Luas perairan Indonesia, letak geografis maupun panjang pantainya, dapat dikatakan Indonesia memiliki potensi perikanan yang cukup besar. Hampir dua pertiga dari luas wilayah Indonesia secara keseluruhan adalah perairan. Dengan Luas wilayah perairan Indonesia mencapai 3,1 juta km2, yang terdiri dari laut nusantara seluas 2,8 km2 dan 0,3 km2. apabila ditambah dengan perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) maka secara garis besar keseluruhan luas Perairan Indonesia mencapai 5,8 km2 .sedangkan pada panjang garis pantai Indonesia mencapai 81.000 km2 , hal ini menjadikan Indonesia sebagai Negara kedua setelah kanada yang memilki garis pantai terpanjang di dunia (Dahuri). Indonesia terkenal sebagai Negara maritim dengan letak wilayah yang terhimpit di antara dua samudera yaitu samudera pasifik dan samudera hindia, selain itu memilki tatanan geografi yang rumit dari topografi dasar lautnya. Dasar perairan Indonesia di beberapa tempat, terutama di kawasan barat sampai dengan timur menunjukkan kemajemukkan bentuknya. Seperti paparan, lereng, cekungan yang jeluk berupa basin dan palung. Sedangkan kenaikan dasar laut berupa punggung-punggung atau tanggul, terumbu karang, atoll, beting dan lain-lainnya.
Selain kekayaan perairan Indonesia yang beranekaragam bentuk, juga memiliki biota-biota perairan dari jenis hewan air avertebrata dan vertebrata yang ada di dasar laut maupun di permukaan laut, seperti keanekaragaman jenis ikan dengan jumlah spesies lebih dari seribu jenis yang ada. Hal ini yang menjadikan perairan Indonesia mempunyai satu nilai yang sangat berharga untuk devisa Negara, melihat potensi perairan tersebut yang sangat signifikan didalam perkembangannya sehingga pemerintah melakukan eksplorasi kelautan melalui kementerian Kelautan dan Perikanan.
Pada 1995 Menurut data dirjen perikanan, potensi lestari sumber daya perikanan tangkap Indonesia diperkirakan mencapai 6,7 juta ton dengan rincian 4,4 ton diperairan territorial, dan perairan nusantara, serta 2,3 juta ton diperairan ZEEI. Dilihat dari penyebarannya, perairan laut Indonesia sekitar 53,6 % berada diwilayah Indonesia timur, 30,9% berada diwilayah periaran Irian jaya dan maluku, dan 22,7% di perairan wilayah sulawesi, sedangkan pada potensi perairan diwilayah ZEEI sebagaian besar ada di ZEEI laut samudra hindia (selatan Jawa dan barat sumatera) dengan mencapai 38,3%. Sedangkan di laut cina selatan sebesar 23,4%. Serta laut sulawesi dan samudera pasifik (utara IRIAN JAYA ) sebesar 21,2%. Kalau dilihat dari potensinya sebagai bangsa Indonesia sangatlah bersyukur, karena dalam kurun waktu 10 tahun kekayaan sumberdaya kelautan maupun perairan Indonesia jika dihitung secara makro dengan nilai ekonomi potensi sumberdaya kelautan masih mencapai 82 milyar US $, yang terdiri dari perikanan tangkap dilaut 15.101 juta US $, perikanan perairan umum 1.068 juta US $, budidaya laut 47.700 juta US $, budidaya tambak 10.000 US $, budidaya air tawar 5.195 juta US $, dan bioteknologi kelautan 4.000 juta US $ (Renstra DKP. 2005).
Ketika membahas potensi sumberdaya kelautan maka berarti membahas kekayaan yang dimiliki oleh kelautan atau perairan yang ada di Indonesia. Secara logika rakyat yang hidup di sekitar perairan kehidupannya akan sejahtera, namun kenyataannya potensi kekayaan sumberdaya perairan yang dimiliki oleh Indonesia tidak serta merta membuat kehidupan nelayan menjadi makmur. Akan tetapi 60% rakyat Indonesia yang miskin adalah masyarakat yang bertempat tinggal di pinggir pantai sebagai nelayan. Dari limpahan kekayaan dan potensi perairan yang ada, rakyat Indonesia belum bisa menikmati dengan layak. Justru sebaliknya kehidupan nelayan Indonesia mengalami kemiskinan dan pengabaikan nilai moral serta etika menjadi bingkai dari gambar kehidupan sosial masyarakat nelayan.
Jika diamati dengan seksama kemiskinan nelayan bersifat multidimensi, lingkaran kemiskinan tersebut diakibatkan dari tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, mulai dari kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, pendidikan, pekerjaan hingga infrastruktur. Selain itu di musim paceklik nelayan terbelenggu dengan hutang dan tengkulak. Sedangkan pada musim ikan sebagian besar masyarakat hanya berpesta pora, dalam hal ini tidak adanya satu pengetahuan dalam melakukan managemen ekonomi dikalangan masyarakat nelayan. Tidak hanya itu sebagian masyarakat penghasilannya habis untuk membayar hutang kepada tengkulak. Sedangkan pada sisi kebijakan pemerintah tidak pernah memperhatikan masyarakat nelayan, kebijakan yang lahir lebih mementingkan para pengusaha dalam bidang penangkapan maupun budidaya ikan.
Pada tahun 2004 dengan proses yang cukup panjang lahirlah sebuah UU No. 31 tentang Perikanan. Didalam UU ini pemerintah melakukan pengawasan yang sangat ketat sekali dari segala aspek yang mengancaman kerusakan pada ekosistem perairan tersebut, melalui UU ini maka pemerintah membentuk pengadilan perikanan. Akan tetapi UU ini tidak menjamin kesejahteraan para nelayan justru nelayan semakin miskin, indikasi ini terlihat dari hasil pendapatan masyarakat nelayan dengan rata-rata 300.000 sampai 400.000/bulan. Selain itu tingkat pendidikan rata-rata sebatas Sekolah Dasar dan pemukiman yang kumuh. Akar permasalahan kemiskinan nelayan yang mendasar adalah permodalan yang terbatas, belum adanya kultur kewirausahaan. Melalui UU perikanan harapan baru para nelayan untuk merubah kehidupan mereka, yaitu melalui UU ini maka adanya pemberdayaan nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil. Dengan kekuatan UU No 31 tahun 2004, pemerintah di tuntut untuk melakukan pemberdayaan terhadap kaum miskin nelayan melalui pemberian kredit baik untuk modal usaha maupun biaya operasional para kaum nelayan terdisional. Selain itu guna peningkatan kapasitas SDM para kaum Nelayan pemerintah diwajibkan memberikan pelatihan-pelatihan dan pendidikan didalam peningkatan budidaya ikan. sedangkan kaum nelayan sendiri menuntut kepada pemerintah agar memberikan keleluasaan untuk penangkapan ikan pada perairan Indonesia.
UU ini pun mendorong masyarakat turut serta dalam partisipatif pemberdayaan nelayan dan budidaya ikan, serta merta menjaga kelestarian kelautan. Selain itu ditingkat pengusaha didorong untuk melakukan kemitraan dengan kelompok nelayan kecil. Jikalau dikaji dan dijalankan sesuai pasal perpasal UU No 31 tahun 2004, maka rakyat Indonesia khususnya kaum miskin nelayan tidak ada lagi yang menderita maupun kemiskinan, hidup mereka akan layak. Akan tetapi UU merupakan sebuah peraturan yang dibuat secara proses kajian yang cukup matang, namun riilnya masih banyak para nelayan yang menjerit terbelenggu oleh utang, karena bantuan-bantuan yang di canangkan sesuai dengan UU tersebut melahirkan raja-raja baru di tengah-tengah kemiskinan kaum nelayan, dana yang diperuntukkan para nelayan tradisional atau kelompok nelayan kecil jatuh ketangan para juragan-juragan dan tengkulak pemilik kapal-kapal besar, yang mengakibatkan nelayan yang kaya semakin kaya sedangkan nelayan yang miskin semakin miskin. Kejadian ini dikarena sulitnya akses dan pengetahuan para nelayan kecil untuk informasi tentang program-program pemerintah berkaitan dengan bantuan permodalan maupun usaha dibidang perikanan, kesulitan ini disebabkan para nelayan rata-rata tingkat pendidikannya di bawah rata-rata, dan mereka buta akan informasi.
Fenomena ini membuat sebuah cerita bahwa masyarakat nelayan miskin di antara berjuta ikan di perairan Indonesia, tidak hanya itu para nelayan mengalami satu tekanan didalam penangkapan ikan di perairan Indonesia, mereka tidak leluasa didalam pencarian ikan, sedangkan UU No 31 2004 tentang perikanan memberikan kebebasan untuk penangkapan ikan bagi nelayan kecil, dan melarang keras kapal-kapal berbendera asing. Realitasnya masih banyaknya illegal fishing yang di lakukan oleh warga Negara asing. Hal ini di karenakan lemahnya tingkat pengawasan dan keamanan perairan Indonesia oleh pemerintah. Jika hal tersebut di biarkan maka mengakibatkan kerugian pada Negara, dan membuat rakyat Indonesia menjadi semakin miskin. Selain itupun nelayan dilarang menangkap ikan pada wilayah-wilayah perairan yang dikuasai oleh perusahaan budidaya biota laut, banyak kejadian penangkapan nelayan kecil oleh keamanan perusahaan. Artinya bahwa perairan Indonesia saat ini telah dikuasai oleh sebagian para penanam modal didalam eksploitasi sumberdaya kelautan.
Dari tahun ketahun masyarakat miskin yang selalui menjadi korban dari lahirnya sebuah kebijakan, dan pemerintahpun selalu mengkambing hitamkan para kaum miskin dengan program-program pengentasan kemiskinan didalam penanggulangan rakyat miskin. Upaya yang dilakukan pemerintah tidak pernah membuahkan hasil yang signifikan, akan tetapi justru melahirkan kemiskinan baru, sudah seharusnya pemerintah saat ini melakukan sesuatu yang berarti guna memberantas kemiskinan di kalangan nelayan Indonesia secara bottom up. Sehingga rakyat dapat satu kepercayaan dari pemerintah untuk melakukan apa yang dicanangkan oleh pemerintah, sesuatu yang diharapkan yaitu kemiskinan di Indonesia di masa yang akan datang akan berkurang. Karena permasalahan kemiskinan jika tidak merubah moral dan kebiasaan para nelayan selamanya nelayan Indonesia akan miskin sepanjang masa. (w*)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar