wanacala.blogspot.com
wnc

Senin, 07 Januari 2008

Krisis Keimanan Melahirkan Kekerasan


Krisis Keimanan Melahirkan Kekerasan

Oleh :
Bejoe Dewangga
Direktur Eksekutif WANACALA Sumatera Selatan


Lahirnya sebuah kekerasan dewasa ini diakibatkan rendahnya maupun menipisnya atau krisis keimanan pada manusia khsusunya warga negara Iindonesia. Selain itu kekerasan yang dihadapi sekarang ini cendrung pada persoalan perut, hal ini dikarenakan semakin banyaknya pengangguran di Indonesia yang mencapai 30 % dari jumlah penduduk Indonesia. Hal ini menimbulkan perbuat kriminal dimana-mana, yang menyebabkan keresahan dan rasa ketakutan di kalangan masyarakat. Jika dikaji dan di pahami keyakinan-keyakinan umat beragama melarang keras persoalan kekerasan
semua agama di dunia ini mengajarkan kepada umatnya untuk selalu menghormati dan menghargai perbedaan keyakinan/agama yang dianut setiap orang. Agama Islam misalnya, dengan jelas dan tegas termuat didalam Alquran (lihat Qs. 40: 1--40, Qs. 33: 72--73, Qs. 74: 36--37) serta hadist yang pada intinya menyatakan Islam adalah agama yang sangat menghormati perbedaan dan keberadaan agama-agama lain dan menginstrusikan umat Islam menjaga dan melindungi perbedaan agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Sikap luhur dan berbudi dari masyarakat Indonesia, khususnya yang beragama Islam, untuk saling menghormati dan menghargai kebebasan beragama tiba-tiba menjadi tercoreng hitam dengan munculnya sikap anarkistis dan kekerasan sekelompok orang yang mengaku beragama Islam. Ironisnya, sikap anarkistis dan kekerasan itu menjadi senjata untuk mengatasi persoalan perbedaan-perbedaan yang muncul di tengah-tengah kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Peristiwa yang terakhir yang sangat memilukan dan mengenaskan adalah penyerangan rumah ibadah pengikut aliran Ahmadiyah di Desa Manis Lor, Kuningan, Jawa Barat. Pelaku penyerangan terhadap masjid pengikut Ahmadiyah di Desa Manis Lor, Kuningan, Jawa Barat adalah sekelompok orang yang katanya beragama Islam.
Akan tetapi, banyak yang bertanya-tanya, benarkah mereka yang anarki itu beragama Islam yang memahami dan mengerti dengan benar ajaran Islam? Saya sangat ragu, sepengetahuan seorang muslim pasti mengerti dan mengamalkan apa yang dimaksud dengan amar makruf nahi mungkar itu. Bukankah dengan ajaran amar makruf nahi mungkar itu Allah swt., dan Nabi Muhammad saw., mengamanatkan kepada umatnya untuk selalu menyebarkan kebaikan/kebajikan dan mencegah terjadinya kemungkaran/kejahatan.
Dengan ajaran ini seharusnya seorang yang beragama Islam akan selalu menghindari cara-cara anarki dan kekerasan untuk menjalankan keimanan serta menyelesaikan masalah yang hadir di tengah-tengah masyarakat.
kepercayaan kalau seluruh agama yang ada di dunia ini mengajarkan kepada pengikut atau umatnya untuk "mengharamkan" menggunakan anarki dan kekerasan dalam segala bentuk apapun, baik guna kepentingan pengembangan agama maupun dalam menjalani kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Bahkan, sebaliknya jika ada pengikut agama yang mempraktekkan anarki dan kekerasan kita yakin bahwa pengikut tersebut sesungguhnya sedang mempraktekkan tindakan yang bertentangan dan "melawan hukum" dengan ajaran agama yang dianutnya.
Lantas mengapa tindakan anarki dan kekerasan yang jelas-jalas "melawan hukum" tersebut sangat sering muncul di tengah-tengah kita?
Ada tiga faktor yang ikut memengaruhi penggunaan anarki dan kekerasan yang dilakukan kelompok agama terhadap kelompok lainnya baik yang seagama maupun yang berbeda agama. Tiga faktor tersebut adalah: 1) Krisis keimanan. Jika dasar keimanan sesorang itu berasal dari apa yang tertulis dan diajarkan dalam kitab--kalau di dalam Islam dikenal kitab Alquran dan hadist--tindakan dan perilakunya sehari-hari tidak akan menyimpang dari ajaran yang terkandung dalam kitab.
Dalam konteks seperti ini, seseorang tunduk, patuh, dan taat hanya kepada apa yang tertulis dalam kitab, bukan tunduk, patuh, dan taat kepada manusia/orang yang ditunjuk menjadi pemimpin (imam) dalam proses beragama. Krisis keimanan seseorang bisa muncul karena adanya fanatisme kepada pemimpin keagamaan an sich.
Fanatisme kepada pemimpin ini rentan sekali untuk dimanipulasi orang yang menjadi pemimpin demi kepentingan pribadi dan lain yang tidak ada hubungannya dengan keagamaan. Krisis keimanan bisa juga muncul dari rasa frustrasi yang disebabkan kemiskinan serta situasi dan kondisi sosial-ekonomi yang dirasakan tidak adil.

Faktor Pemerintah dan Lembaga Keagamaan
Peran pemerintah dan lembaga keagamaan juga sangat menentukan untuk "menghancurkan" anarkisme dan kekerasan yang bersemayam pada kelompok agama tertentu. Manakala jalinan komunikasi dan koordinasi di antara pemerintah dengan lembaga keagamaan makin lemah, terbukalah peluang penyebaran anarkisme dan kekerasan melalui kelompok-kelompok keagamaan.
Oleh sebab itu, menjadi penting yang namanya komunikasi dan koordinasi antara pemerintah dengan lembaga keagamaan dan lembaga keagamaan dengan masyarakat sendiri serta dengan lembaga-lembaga lain yang ada. Komunikasi ini bukan hanya dimanfaatkan untuk kepentingan keagamaan saja, tetapi juga dimanfaatkan untuk menemukan solusi terhadap persoalan-persoalan struktural masyarakat, seperti masalah kemiskinan, ketidakadilan, masalah pendidikan, kesehatan, dan lainnya.
Lemahnya Penegakan Hukum
Sudah menjadi rahasia umum kalau aparat penegak hukum, khususnya kepolisian, dinilai terlalu lemah dan atau penuh toleransi untuk menindak tegas pelaku pengerusakan tempat-tempat ibadah. Ada kesan pihak kepolisian "takut" terhadap kelompok penyerang atau perusak.
Tentunya, kita masyarakat yang menghendaki kehidupan beragama itu penuh kedamaian, ketenangan, dan toleransi, sangat menghendaki agar aparat penegak hukum memberlakukan sanksi hukum yang tegas terhadap pelaku anarki dan kekerasan yang mengatasnamakan agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (KUHP).
Masyarakat makin khawatir dan takut jika aparat penegak hukum tidak tegas terhadap pelaku anarki dan kekerasan. Hukum menjadi tidak berguna alias menjadi "macan kertas". Jika sudah demikian keadaannya, maka keamanan dan keselamatan masyarakat menjadi taruhannya.
Saya menutup tulisan ini dengan mengutip pidato khotbah salat iduladha di kampung saya. Sang khotib mengatakan keimanan seseorang bisa sempurna jika orang tersebut mencintai orang lain seperti dia mencintai diri sendiri. Begitu luas makna perkataan sang khotib itu, dan benar menurut ajaran Islam.
Jika semua umat Islam mengamalkan apa yang dikatakan sang khotib itu, tidak terjadi penyerangan, perusakan, dan pembakaran tempat ibadah.

Tidak ada komentar: